Lingkaran
Cinta
Aku
tergeletak. Hampa. Penuh debu dan percikkan hujan yang kian mengikis setiap
lapisan tubuhku. Diantara rerumputan tinggi, alang-alang juga bebatuan. Seiring
berjalannya waktu, mungkin aku akan terkubur. Seperti cinta Randy dan Gina.
Berawal
ketika aku berada di sebuah tempat. Aku terpampang indah, mencoba menebarkan
pesonaku. Dan mereka memilihku sebagai
tanda ikatan setia. Lalu mereka membawaku dan memasukkanku ke dalam sebuah
kotak yang empuk dan nyaman. Namun bagiku, jemari mereka jauh lebih nyaman dari
apapun.
Entah
apa yang membuat mereka memilihku. Padahal teman-temanku tak sedikit yang
memancarkan kilauannya lebih dariku. Kupikir, mungkin karena sebuah inisial “R” dan “G” jelas melekat dalam lapisan
tubuhku. Juga saudara kembarku.
“Gina,
berikan jari manismu” pinta Randy. “ini
untukmu, dan ini untukku” lanjutnya . Ia menyematkanku ke dalam jari manis Gina
yang begitu lentik. Terbesit seulas senyum dari bibir perempuan itu. Mungkin
jika aku dapat tersenyum, aku pun juga akan memberikannya pada lelaki itu.
Karena pada akhirnya, fungsiku yang sesungguhnya dapat tercapai. Ya, akulah
sebuah benda mungil yang berkilau. Serta menjadi simbol kesetiaan.
Tak
lupa, ia pun membawa saudara kembarku dan menyematkannya pula pada jari manisnya.
Seraya mengatakan pada Gina, “jaga benda ini baik-baik. Karena bulan depan kita
akan menikah, sayang”
Sejak
itu, aku selalu bersama Gina. Mengikuti kemanapun ia pergi. Aku melekat pada
jari-jarinya yang hangat dan nyaman. Tak jarang pula aku bertemu kembaranku
yang satunya. Yang melekat pada Randy. Dia
sangat mirip denganku. Kilauannya, ukirannya, dan simbolnya. Hanya diameternya yang mungkin sedikit lebih besar.
Tibalah
dua minggu sebelum aku resmi bersama
mereka, sebelum mereka resmi menjadi sepasang kekasih yang sejati, mengikat
janji satu sama lain. Janji cinta.
“dua
minggu lagi, Randy”
“ya,
tapi sebelumnya aku harus pergi.”
“kemana?
Berapa lama? Kapan kamu akan kembali?”
“mungkin
dalam satu minggu. Minggu depan aku akan pulang”
“kali
ini kemana lagi?”
“ke
suatu tempat yang sangat indah.” Jawab Randy.
“nggak lama lagi aku akan membawamu kesana” jawab Randy lagi dengan senyum tersimpul di
wajahnya
***
BRAK!!
Suara bantingan pintu terdengar dari arah kamar Gina. Ia
tidak menyangka apa yang dilihatnya barusan. Aku pun ikut menyaksikannya dari
balik jemarinya. Vanya memeluk Randy sangat erat. Seakan tidak ingin lepas.
Walaupun saat ini Vanya telah mempunyai Andra, kekasihnya yang akan menikahinya
tahun depan. Namun bukan tidak mungkin jika mereka mengalaminya lagi. Jatuh
cinta.
Gina tahu bahwa ini mungkin adalah salam perpisahan
darinya. Tapi saat melihatnya tadi, rasa ketidakrelaan sedikit tergambar pada
raut wajah Vanya.
Dengan sedikit tergesa, Gina memasuki kamarnya. Aku tidak
mengerti apa yang terjadi diantara mereka. Cinta manusia memang terkadang
sangat rumit. Hati mereka sering sekali berubah.
Perlahan, aku melihat air mata Gina terjatuh dari pelupuk
matanya. Bahkan beberapa dari tetesannya mengenai tubuhku. Membuat daya tarikku
semakin memudar. Dia terus memandangiku untuk beberapa saat.
Tiba-tiba dengan segera ia menarikku keluar dari jari
manisnya. Lalu melemparku ke
sembarang arah. Aku jatuh tergelinding di lantai. Seolah tak berarti apa-apa.
Esok
pun begitu, aku masih tetap tergeletak tak berdaya di lantai yang dingin.
Fungsiku yang sesungguhnya telah dilupakan.
“mana
cincinmu?” tanya Randy
“hilang”
jawab Gina
“hilang?
Hilang kemana?!”
“nggak
tau”
“kan
aku sudah bilang, jaga cincin itu baik-baik! Itu cincin tunangan kita, sayang!”
“apa
pentingnya cincin itu bagi kamu?”
Dari
sini, aku bisa mendengar pembicaraan mereka. Aku merasakan sikap dingin Gina
mengalahkan dinginnya lantai ini. Dan kemarahannya mengalahkan panasnya air
mata yang ia jatuhkan kemarin.
Suara
derap langkah terdengar mendekat. Pintu terbuka. Gina datang, namun kakinya
sempat mendorongku semakin terpojok dan terjepit. Selanjutnya, terdengar Randy memanggil-manggil namanya dari luar
kamar. Tanpa menggubrisnya, Gina mengunci pintu kamar.
Dua hari berikutnya sama saja. Aku menjadi
sangat dilupakan oleh Gina. Ia tidak pernah mencariku. Kemanapun ia pergi, aku tidak
lagi bersamanya.
“Gina, kamu kenapa, sih? Kok nggak
bersemangat gitu?” tanya Randy
“gimana kalau kita batalin aja
pernikahannya” jawab Gina
“lho, kenapa tiba-tiba…..”
“aku nggak enak sama kak Vanya!” Gina
memotong ucapan Randy. “aku yakin dia masih
suka kamu.”
“kamu kok ngomong gitu? Aku udah nggak
ada hubungan sama Vanya. Mana mungkin aku merebut dia dari Andra, sayang?”
“bohong!”
Aku, meskipun hanya sebuah cincin, aku
cukup mengerti bagaimana perasaan Gina saat ini. Meski tak
sepenuhnya mengerti. Tapi dia seharusnya tidak mengabaikanku. Seperti Randy yang
selalu membawa kembaranku kemanapun ia pergi.
***
Rabu pagi, aku mendengar kabar bahwa
pesawat yang ditumpangi Randy
meledak kemarin siang. Kecelakaan tersebut diperkirakan menewaskan seluruh
penumpang.
Aku mendengar langkah kaki Gina yang
menerobos masuk ke dalam kamar dengan panik. Ia mencari sesuatu, meneliti
setiap sudut dan akhirnya bola matanya menatapku yang terselip di kaki rak buku
dengan beberapa kertas yang menyelimutiku.
“ini salahku, Randy! Ini salahku!” Gina menangis histeris
dan menumpahkan butiran –butiran penyesalan dari setiap butir matanya. Gina tak
menyangka, kepergian Randy
kemarin telah mengantarkannya pada kematian. “aku yang terlalu egois! Maafkan
aku, Randy!”
Gina mengambilku lalu menggenggamnya
dengan erat. Wajahnya penuh dengan air mata. Tiba-tiba dari luar ruangan,
seseorang datang menemui Gina.
***
Saat
ini, aku sedang berada di sebuah rumah sederhana bertingkat dua. Terlihat di
balik jendela sebuah pemandangan yang indah . Terbentang lautan biru dengan
burung-burung terbang diatasnya.
“pemandangan dari sini indah, kan?” seseorang datang
merangkul Gina dari belakang.
“akan lebih indah lagi kalau Randy juga ada disini, kak.” sahut Gina
“aku salut dengan kerja kerasnya. Dia benar-benar
perfeksionis. Bahkan dalam hari-hari
terakhir menjelang pernikahannya, dia menyempatkan berkunjung kesini untuk
mengecek keadaan rumah ini.” Ucap Vanya
“ya, dia sangat mengerti aku. Dia tahu betul aku sangat
suka pemandangan pantai. Karena dari kecil aku hanya melihat bukit, bukit dan
bukit dari dalam jendela kamarku.”
“dia sayang banget sama kamu, Gin” ungkap Vanya
sambil memandang Gina.
“maafin aku ya, Gin. Dia bilang kamu cemburu sama aku. Maaf
ya kalau aku terlalu dekat dengan Randy.
Bukan karena aku masih berhubungan cinta sama dia, tapi akhir-akhir ini aku
sangat kagum dengannya. Aku nggak nyangka seorang seperti dia yang ku kenal
sejak aku masih kecil, nggak lama lagi akan mempunyai keluarga baru. Aku jadi
nggak sabar menunggu giliranku tahun depan.”
Gina hanya terdiam mendengar penjelasan Vanya.
“beberapa bulan yang lalu dia rajin mengunjungi Andra untuk
meminta bantuan mendesain rumah ini. Meskipun terkadang dia sangat keras kepala
pada pendapatnya sendiri.” Jelas Vanya. “dia bilang, rumah ini adalah hadiah
terhebat darinya yang dipersembahkan buat kamu, Gin. Karena dia sendiri yang
mendesainnya.”
“aku menyesal, kak” tanggap Gina. “bahkan disaat terakhir
pun aku nggak berkata sepatah katapun untuk mengucapkan selamat jalan.” Tanpa
terasa, air matanya pun kembali menetes keluar membasahi wajahnya.
“sudah, Gin, jangan
menangis. Kita nggak akan bisa mengubah takdir kematian. Lebih baik kita doakan
Randy supaya dia bahagia disana.”
“iya kak. Terima kasih”
***
Di suatu taman, dia terus memandangiku yang terbalut hangat
dalam sebuah kotak yang mungil ini. Sudah setengah tahun sejak aku bersembunyi
di dalamnya. Kulihat wajahnya, tak banyak berubah. Hanya saja sorot matanya
menjadi lebih tajam dari biasanya. Ia terus memandangiku.
Detik kemudian, ia mengeluarkanku dari dalam dan
mengangkatku di bawah teriknya sinar matahari sebelum akhirnya dia
menggenggamku diantara kedua tangannya dan memejamkan matanya.
“Randy, aku
akan selalu mengingatmu sampai kapanpun. Aku akan selalu berdoa untukmu agar
kamu merasa hangat. Karena mendoakanmu adalah caraku memelukmu dari jauh.”
Kulihat Gina membuka matanya. Lalu melemparku sangat jauh
menuju ilalang-ilalang tinggi. Hingga
akhirnya aku berhenti melambung dan tergeletak diantara batuan kerikil yang tersembunyi.
Gina pergi meninggalkanku dan berjalan berlawanan arah
denganku. Ia sudah tidak membutuhkanku lagi. Sesuai dengan kata terakhir yang
ia ucapkan kepadaku, “mengingat Randy nggak
harus dengan menyimpan cincin ini. Aku akan selalu mengingat Randy di dalam hatiku.”
Cahaya matahari membuat kilauan
pada setiap lapis tubuhku. Aku tidak tahu apa selanjutnya aku masih mempunyai
daya tarik itu? Apakah aku hanya akan menjadi benda biasa berdiameter mungil
tanpa ada yang memakainya?
Hari demi hari pun berlalu. Disaat cincin yang serupa denganku
tenggelam di dasar samudra, aku pun tergeletak. Hampa. Penuh debu dan percikkan
hujan yang kian mengikis setiap lapisan tubuhku. Diantara rerumputan tinggi,
alang-alang juga bebatuan. Seiring berjalannya waktu, mungkin aku akan
terkubur. Seperti cinta Randy dan Gina.
-Selesai-
cerpen tahun 2012-2013

0 komentar:
Posting Komentar