Minggu, 07 Februari 2016

0

Tugas Cerpen (SMA)



Lingkaran Cinta

Aku tergeletak. Hampa. Penuh debu dan percikkan hujan yang kian mengikis setiap lapisan tubuhku. Diantara rerumputan tinggi, alang-alang juga bebatuan. Seiring berjalannya waktu, mungkin aku akan terkubur. Seperti cinta Randy dan Gina.

Berawal ketika aku berada di sebuah tempat. Aku terpampang indah, mencoba menebarkan pesonaku. Dan  mereka memilihku sebagai tanda ikatan setia. Lalu mereka membawaku dan memasukkanku ke dalam sebuah kotak yang empuk dan nyaman. Namun bagiku, jemari mereka jauh lebih nyaman dari apapun.
Entah apa yang membuat mereka memilihku. Padahal teman-temanku tak sedikit yang memancarkan kilauannya lebih dariku. Kupikir, mungkin karena sebuah inisial “R” dan “G” jelas melekat dalam lapisan tubuhku. Juga saudara kembarku.
“Gina, berikan jari manismu” pinta Randy. “ini untukmu, dan ini untukku” lanjutnya . Ia menyematkanku ke dalam jari manis Gina yang begitu lentik. Terbesit seulas senyum dari bibir perempuan itu. Mungkin jika aku dapat tersenyum, aku pun juga akan memberikannya pada lelaki itu. Karena pada akhirnya, fungsiku yang sesungguhnya dapat tercapai. Ya, akulah sebuah benda mungil yang berkilau. Serta menjadi simbol kesetiaan.
Tak lupa, ia pun membawa saudara kembarku dan menyematkannya pula pada jari manisnya. Seraya mengatakan pada Gina, “jaga benda ini baik-baik. Karena bulan depan kita akan menikah, sayang”
Sejak itu, aku selalu bersama Gina. Mengikuti kemanapun ia pergi. Aku melekat pada jari-jarinya yang hangat dan nyaman. Tak jarang pula aku bertemu kembaranku yang satunya. Yang melekat pada Randy. Dia sangat mirip denganku. Kilauannya, ukirannya, dan simbolnya. Hanya diameternya yang mungkin sedikit lebih besar.
Tibalah dua minggu sebelum aku resmi bersama mereka, sebelum mereka resmi menjadi sepasang kekasih yang sejati, mengikat janji satu sama lain. Janji cinta.
“dua minggu lagi, Randy
“ya, tapi sebelumnya aku harus pergi.”
“kemana? Berapa lama? Kapan kamu akan kembali?”
“mungkin dalam satu minggu. Minggu depan aku akan pulang”
“kali ini kemana lagi?”
“ke suatu tempat yang sangat indah.” Jawab Randy. “nggak lama lagi aku akan membawamu kesana” jawab Randy lagi dengan senyum tersimpul di wajahnya

***

BRAK!!
Suara bantingan pintu terdengar dari arah kamar Gina. Ia tidak menyangka apa yang dilihatnya barusan. Aku pun ikut menyaksikannya dari balik jemarinya. Vanya memeluk Randy sangat erat. Seakan tidak ingin lepas. Walaupun saat ini Vanya telah mempunyai Andra, kekasihnya yang akan menikahinya tahun depan. Namun bukan tidak mungkin jika mereka mengalaminya lagi. Jatuh cinta.
Gina tahu bahwa ini mungkin adalah salam perpisahan darinya. Tapi saat melihatnya tadi, rasa ketidakrelaan sedikit tergambar pada raut wajah Vanya.
Dengan sedikit tergesa, Gina memasuki kamarnya. Aku tidak mengerti apa yang terjadi diantara mereka. Cinta manusia memang terkadang sangat rumit. Hati mereka sering sekali berubah.
Perlahan, aku melihat air mata Gina terjatuh dari pelupuk matanya. Bahkan beberapa dari tetesannya mengenai tubuhku. Membuat daya tarikku semakin memudar. Dia terus memandangiku untuk beberapa saat.
Tiba-tiba dengan segera ia menarikku keluar dari jari manisnya. Lalu melemparku ke sembarang arah. Aku jatuh tergelinding di lantai. Seolah tak berarti apa-apa.
Esok pun begitu, aku masih tetap tergeletak tak berdaya di lantai yang dingin. Fungsiku yang sesungguhnya telah dilupakan.
“mana cincinmu?” tanya Randy
“hilang” jawab Gina
“hilang? Hilang kemana?!”
“nggak tau”
“kan aku sudah bilang, jaga cincin itu baik-baik! Itu cincin tunangan kita, sayang!”
“apa pentingnya cincin itu bagi kamu?”
Dari sini, aku bisa mendengar pembicaraan mereka. Aku merasakan sikap dingin Gina mengalahkan dinginnya lantai ini. Dan kemarahannya mengalahkan panasnya air mata yang ia jatuhkan kemarin.
Suara derap langkah terdengar mendekat. Pintu terbuka. Gina datang, namun kakinya sempat mendorongku semakin terpojok dan terjepit. Selanjutnya, terdengar Randy memanggil-manggil namanya dari luar kamar. Tanpa menggubrisnya, Gina mengunci pintu kamar.
Dua hari berikutnya sama saja. Aku menjadi sangat dilupakan oleh Gina. Ia tidak pernah mencariku. Kemanapun ia pergi, aku tidak lagi bersamanya.
“Gina, kamu kenapa, sih? Kok nggak bersemangat gitu?” tanya Randy
“gimana kalau kita batalin aja pernikahannya” jawab Gina
“lho, kenapa tiba-tiba…..”
“aku nggak enak sama kak Vanya!” Gina memotong ucapan Randy. “aku yakin dia masih suka kamu.”
“kamu kok ngomong gitu? Aku udah nggak ada hubungan sama Vanya. Mana mungkin aku merebut dia dari Andra, sayang?”
“bohong!”
Aku, meskipun hanya sebuah cincin, aku cukup mengerti bagaimana perasaan Gina saat ini. Meski tak sepenuhnya mengerti. Tapi dia seharusnya tidak mengabaikanku. Seperti Randy yang selalu membawa kembaranku kemanapun ia pergi.
***

Rabu pagi, aku mendengar kabar bahwa pesawat yang ditumpangi Randy meledak kemarin siang. Kecelakaan tersebut diperkirakan menewaskan seluruh penumpang.
Aku mendengar langkah kaki Gina yang menerobos masuk ke dalam kamar dengan panik. Ia mencari sesuatu, meneliti setiap sudut dan akhirnya bola matanya menatapku yang terselip di kaki rak buku dengan beberapa kertas yang menyelimutiku.
“ini salahku, Randy! Ini salahku!” Gina menangis histeris dan menumpahkan butiran –butiran penyesalan dari setiap butir matanya. Gina tak menyangka, kepergian Randy kemarin telah mengantarkannya pada kematian. “aku yang terlalu egois! Maafkan aku, Randy!”
Gina mengambilku lalu menggenggamnya dengan erat. Wajahnya penuh dengan air mata. Tiba-tiba dari luar ruangan, seseorang datang menemui Gina.

***
         
Saat ini, aku sedang berada di sebuah rumah sederhana bertingkat dua. Terlihat di balik jendela sebuah pemandangan yang indah . Terbentang lautan biru dengan burung-burung terbang diatasnya.
          “pemandangan dari sini indah, kan?” seseorang datang merangkul Gina dari belakang.
          “akan lebih indah lagi kalau Randy juga ada disini, kak.” sahut Gina
          “aku salut dengan kerja kerasnya. Dia benar-benar perfeksionis. Bahkan  dalam hari-hari terakhir menjelang pernikahannya, dia menyempatkan berkunjung kesini untuk mengecek keadaan rumah ini.” Ucap Vanya
          “ya, dia sangat mengerti aku. Dia tahu betul aku sangat suka pemandangan pantai. Karena dari kecil aku hanya melihat bukit, bukit dan bukit dari dalam jendela kamarku.”
          “dia sayang banget sama kamu, Gin” ungkap Vanya sambil memandang Gina.
          “maafin aku ya, Gin. Dia bilang kamu cemburu sama aku. Maaf ya kalau aku terlalu dekat dengan Randy. Bukan karena aku masih berhubungan cinta sama dia, tapi akhir-akhir ini aku sangat kagum dengannya. Aku nggak nyangka seorang seperti dia yang ku kenal sejak aku masih kecil, nggak lama lagi akan mempunyai keluarga baru. Aku jadi nggak sabar menunggu giliranku tahun depan.”
          Gina hanya terdiam mendengar penjelasan Vanya.
          “beberapa bulan yang lalu dia rajin mengunjungi Andra untuk meminta bantuan mendesain rumah ini. Meskipun terkadang dia sangat keras kepala pada pendapatnya sendiri.” Jelas Vanya. “dia bilang, rumah ini adalah hadiah terhebat darinya yang dipersembahkan buat kamu, Gin. Karena dia sendiri yang mendesainnya.”
          “aku menyesal, kak” tanggap Gina. “bahkan disaat terakhir pun aku nggak berkata sepatah katapun untuk mengucapkan selamat jalan.” Tanpa terasa, air matanya pun kembali menetes keluar membasahi wajahnya.
          “sudah, Gin,  jangan menangis. Kita nggak akan bisa mengubah takdir kematian. Lebih baik kita doakan Randy supaya dia bahagia disana.”
          “iya kak. Terima kasih”

***
          Di suatu taman, dia terus memandangiku yang terbalut hangat dalam sebuah kotak yang mungil ini. Sudah setengah tahun sejak aku bersembunyi di dalamnya. Kulihat wajahnya, tak banyak berubah. Hanya saja sorot matanya menjadi lebih tajam dari biasanya. Ia terus memandangiku.
          Detik kemudian, ia mengeluarkanku dari dalam dan mengangkatku di bawah teriknya sinar matahari sebelum akhirnya dia menggenggamku diantara kedua tangannya dan memejamkan matanya.
          Randy, aku akan selalu mengingatmu sampai kapanpun. Aku akan selalu berdoa untukmu agar kamu merasa hangat. Karena mendoakanmu adalah caraku memelukmu dari jauh.”
          Kulihat Gina membuka matanya. Lalu melemparku sangat jauh menuju ilalang-ilalang tinggi.  Hingga akhirnya aku berhenti melambung dan tergeletak diantara  batuan kerikil yang tersembunyi.
          Gina pergi meninggalkanku dan berjalan berlawanan arah denganku. Ia sudah tidak membutuhkanku lagi. Sesuai dengan kata terakhir yang ia ucapkan kepadaku, “mengingat Randy nggak harus dengan menyimpan cincin ini. Aku akan selalu mengingat Randy di dalam hatiku.”
             Cahaya matahari membuat kilauan pada setiap lapis tubuhku. Aku tidak tahu apa selanjutnya aku masih mempunyai daya tarik itu? Apakah aku hanya akan menjadi benda biasa berdiameter mungil tanpa ada yang memakainya?
Hari demi hari pun berlalu. Disaat cincin yang serupa denganku tenggelam di dasar samudra, aku pun tergeletak. Hampa. Penuh debu dan percikkan hujan yang kian mengikis setiap lapisan tubuhku. Diantara rerumputan tinggi, alang-alang juga bebatuan. Seiring berjalannya waktu, mungkin aku akan terkubur. Seperti  cinta Randy dan Gina.
                
-Selesai-

cerpen tahun 2012-2013

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

My Cyber World

Bubble

SNOW